Tangis Syukurku

Sepencarian ini rupanya adalah kamu. Hikmah titismu pada kontang pasir membukit menjadi gunung rahmat. Sediaku menangguk dan menggali setiap lubang menjadi perigi, menadah rembesan tanpa kecuali. Setitis tangis pada pipiku ini bukan gerimis hidup, tapi erti syukur yang mengharap. 

Esak semalam itu mendengar pujukmu terdiam bila yang berbicara itu adalah tentang Esa. Lembut namun menusuk kalbu kosongku, menyerlah cahaya segala harap walau mendung di luar masih gelap. 

Gelita apakah yang menyesatkan aku sehingga suram bertandang, kabus hidup menutup tepat dugaku. Namun seperti kegilaan yang tidak ada sudahnya, kau hadir dari titis-titis itu, menjanjikan aman bernama doa. 


Hujan rahmat yang lama kontang semakin hidup membentuk lopak jernih, mungkin sekiranya terus berjuraian akan ada laut indah terbentang. Tak pernah terlintas titis-titis ini sampai juga dalam gurun hati.

Bicaramu juga seperti embun kala pagi hari, suci dan menyucikan. Kalam itu adalah kalimat penuh hikmah buat suluhan jalanku. Dulu, lorong sempit adalah legar hidup dan keamatan samarnya menjadi tiangku. Demi itu aku ketagihan ucapmu, lepaskan aku dari perit kedahagaan ini. Selalulah berdamping aku.
...Setulus kasih, zaujahmu...

0 comments:

Catat Ulasan